Jumat, 16 Oktober 2015

Kamu

     Hallo kamu.. Iya kamu.

     Kamu yang selalu memunggungi ku. Melihat ku ketika aku tak melihatmu. Terkadang memperhatikanku ketika aku fokus pada kerjaanku. Iya aku tahu, diam - diam kadang kamu sedang memperhatikan dan memandangiku dari kejauhan. Bukannya aku "sok kepedean" akan hal itu, TIDAK. Hanya saja aku merasa, dan benar adanya ketika aku melihatmu kamu langsung memalingkan pandanganmu dariku.

     Teringat pada suatu hari, ketika aku untuk pertama kalinya melihatmu berjalan dikoridor. Aku hanya memandangimu dari balik meja kerjaku sambil bertanya - tanya siapakah dirimu. Aku tersipu malu, ketika harus bertemu pada satu titik dimana kita saling bertemu pandang. Pada saat itu aku hanya berfikir, aku menyukaimu. Aku langsung jatuh hati ketika melihat mu. Aura mu membuat jantung ini berdegup lebih kencang. Sorotan matamu membuat darah ini mengalir lebih cepat, seakan ada pendorong yang kuat dan emosi kebahagiaan yang semakin meningkat.

     Iya aku bahagia, hanya dengan melihat bagian dari dirimu. Punggungmu, matamu, semua akan dirimu membuatku tak bisa berkata apa apa. Aku terpana akan sosok mu. Gaya bicaramu yang khas ditelingaku. Tatapan mu yang.... Ah aku benar-benar jatuh didalamnya. Entah perasaan apa yang membuatku mabuk kepayang akan semua tentang dirimu.

     11 bulan yang lalu, untuk pertama kalinya aku melihat mu. Hari demi hari setelah itu aku menghabiskan waktuku (selain bekerja) hanya untuk mencari siapa dirimu, siapa namamu, darimana asalmu, dan yang terpenting....."are you still single?". Berusaha tiada henti aku mencoba, menjelajahi dunia Maya, melihat data dirimu di data karyawan ( yeah I'm the genius stalker �� ). Dan akhirnya aku tahu namamu, siapa dirimu, dan status kamu kala itu adalah "single". Bukan main hati ini berkata "aaaaaargh thank God!!!!!", disitu ada harapan. Lalu aku berdo'a, "Tuhan, jika memang dia.. Tolong dekatkan kami, tolong permudahkanlah jalanku untuk bisa berada disampingnya". Dan tahukah ? Tuhan benar-benar mewujudkannya.

     1 bulan setelah usahahku itu, jarak antara aku dan kamu semakin dekat. Aku bisa melihatmu, kamupun sama bisa melihat diriku disini. Hari hariku dipenuhi dengan betapa bersyukurnya diriku. Kebahagian yang hadir dengan hanya melihatmu. Mendengarkan ceritamu, kamu menanyakan hal-hal yang ingin kamu ketahui tentang diriku. Ya, kita berbincang bersama. Belum lagi candamu yang elegan, yang dapat membuatku tidak bisa berpaling untuk terus memandangimu. Lalu gelak tawamu yang membuatku merasa kamu lebih dari cukup. Cukup sudah untuk membuatku merasa bahagia dan bersyukur tiada henti.

     Sesaat. Iya, kebahagiaan yang hadir hanya untuk sesaat. Aku mendapati bahwa dirimu telah mengikat janji suci dengan orang lain. Hatiku hancur. Kebahagian yang telah aku bangun, runtuh tak berbentuk. Rasa sayang yang kian semakin dalam, sekejap berubah menjadi kekecewaan yang berlarut. Untuk sekarang dan hari-hari berikutnya canda tawamu, dan perbincangan bersama dirimu akan menjadi belati kecil yang menggores-gores dihatiku. Aku terpuruk bersama kenangan-kenangan manis tentang dirimu. Dengan melihatmu pun (sekarang) hati ini terasa sakit. Rasa sakit didada ketika aku tahu kamu bukanlah ditakdirkan untukku. Kesedihanku meluap, aku menangis.

     Ya aku bodoh!. Aku terlalu mengharapkan sesuatu yang pada akhirnya aku tahu itu hanya khayalan semata.

Jumat, 09 Oktober 2015

Unforgettable Memories

21 desember 2014
   Aku telah kehilangan seseorang yang begitu amat sangat menyayangiku. Jam 20.10, untuk terakhir kalinya aku mendengar detak jantungnya. Untuk terakhir kalinya aku merasakan kehangatan tangannya. Untuk selama lamanya papah tertidur dalam kedamaian.

20.00/21 desember 2014
   Aku menggenggam tangan nya, aku merasakan sudah tidak ada tenaga lagi disana. Kesunyian yang dibuatnya semakin membuatku gusar. Aku membisikan berkali kali ditelinganya, bahwa aku sangat teramat menyayanginya, aku rela jika sudah waktunya (dalam hati aku tak kuat menahan seandainya itu yang terjadi). Aku tidak kuat melihat dirimu yang terbaring dengan balutan penuh darah dikepala. Terbaring lemas tak berdaya. Bahkan untuk membuka mata saja dirimu tak sanggup. Betapa naif dan egoisnya diriku kalau membuatmu harus bertahan dengan keadaan seperti itu.

20.15/21 desember 2014
   Aku merapihkan bajumu, membuat dirimu senyaman mungkin. Memberikan jaketku untuk menghangatkan dirimu. Tak sengaja aku melihat kesekeliling.. Alat alat medis yang begitu asing. Infusan yang menurutku untuk apa benda itu disana. Lalu, aku terpaku pada monitor yang menunjukan angka yang menghitung mundur. Aku yakin itu adalah semacam benda yang mengukur denyut jantung mu. Seketika aku memanggil seseorang yang mengerti akan hal itu. Semakin lama semakin cepat angka itu berubah ke angka yang lebih kecil. Beberapa orang datang menghampiri mu, tirai ditutup, mereka melakukan sesuatu didadamu. Aku panik, aku menangis, aku memohon, jangan! Jangan! Dan jangan!!! Damn!! Fuck!! Shit!! Aku menjambak rambutku. Seperti orang yang kesetanan. Aku tidak percaya hal ini benar terjadi!!!! Dokter mendatangiku, lalu berkata bahwa kamu tidak tertolong. Mereka berkata seolah mereka melakukan semampu yang mereka bisa untuk menolongnya(yang aku tahu itu semua hanya omongkosong belaka!). 


Satu minggu sebelum kejadian,

   "Aku berdiri, terdiam dan tidak tahu sedang apa aku disana. Aku melihat disekitar ku, Batu Nisan, kuburan. Ya, aku ditempat pemakaman. Aku bingung untuk apa aku disana. Aku melihat beberapa orang sedang menyiapkan satu makam.
Secara tiba - tiba, semua orang berkumpul. Sanak saudara. Aku menyadari seseorang dalam keluargaku ada yang pergi kembali menuju tempat Tuhan. Tapi siapa? Aku bertanya tanya dan takada satupun yang memberi jawaban pasti. Aku mencari - cari. Aku menangis ketika melihat nama disebuah papan Nisan. Tidak mungkin!!. Aku masih tidak percaya, tidak mungkin itu benar terjadi!. Aku tersontak dan tersadar bahwa tepat didepanku ada seseorang yang membeku. Terbungkus rapi oleh kain yang begitu putih nan bersih. Ketika kain wajahnya dibuka, bukan main aku histeris melihatnya. Papah terbaring kaku disana, telah siap untuk diturunkan ke tempat peristirahatannya yang terakhir."

Tet... Tet... Tet...
   Alarm berbunyi aku terbangun. Papah disana, sedang menonton film disaluran televisi berkabel. Terima kasih lega, ternyata itu hanya sebuah mimpi.

   Sejak aku bermimpi, aku terus memikirkan bagaimana kalau hal itu benar - benar terjadi. Entah mengapa minggu itu menjadi hari hari dimana rasa takut dan rasa kehilangan memenuhi semua ruang dikepalaku. Setiap aku membuka account social media, selalu berita berkabung yang muncul dilaman beranda ku. Kehilangan orang terkasih, merindu akan orang terkasih yang sudah pergi kedunia berbeda. Aku mulai memikirkan mimpi itu dengan serius. Aku belum sepenuhnya menjadi anak yang bisa dibanggakan. Aku masih banyak membuat kesalahan-kesalahan terhadapnya. Mampukah aku hidup tanpa bimbingannya.(?)

   Aku memandangi papah yang sedang sibuk dengan pekerjaannya. Melihat rentan fisiknya. Tanpa ku sadari papah sudah semakin menua. Semakin banyak rambut putih yang menghiasi rambut dikepalanya, semakin banyak kerutan diwajahnya. Dan menyadari sudah betapa jarangnya aku tidak bercakap cakap dengannya, tertawa bersama, menikmati waktu bersama.

   Rabu sore, aku mendatangi tempat kerjanya. Sambil membawakan makan siang untuknya. Benar saja papah terkejut akan kedatanganku. Ia bertanya ada gerangan apa aku datang ketempatnya. Aku hanya menyengir seperti kuda dan menjawab "hanya ingin menengok dan membawa makanan kesukaan untuk papah". Papah terlihat sedikit terkejut, dan berkata "kamu bawa apa?" (Terlihat penasaran dengan makanan yang ku bawa). "Soto mie" jawabku sambil membuka bungkusannya. "Yah mana bisa papah makan kalau dibungkus gitu?" Dengan muka sedikit kecewa yang papah coba sembunyikan. Aku berjalan menuju motor ku dan membuka joknya, "tenang, dd bawa tempat sama sendoknya ko" dengan tersenyum aku melihat kearah papah. Lalu aku berkata "papah belum makankan?", papah menjawab dengan singkat "belum". Setelah kusiapkan makanannya, aku mempersilahkan papah makan dan meminta papah untuk berhenti melakukan pekerjaannya. Dan dengan lahap papah menikmati makanannya. "Kamu tau ya kesukaan papah" ucapnya, "iya dong" jawabku cepat.

   Aku mengamati setiap detik berada didepannya. Sesuap demi sesuap makanan ia lahap. Mendengarkan celotehan tentang pekerjaannya yang semakin membaik di hari demi hari. Aku turut senang. Untuk kesekian lamanya aku tak merasakan hal ini. Rasa yang membuat hati ini bergejolak menggebu-gebu. Rasa dimana aku menyadari bahwa betapa aku sangat menyayangi seseorang yang tepat berada didepanku. Aku memutar balik otakku, mencoba mencari memori-memori kenangan indah bersama papah. Tersenyum sendiri memikirkannya. Aku menyadari betapa aku juga sangat mengaguminya. Tidak mau pergi jauh darinya. Betapa aman dan nyamannya aku berada disampingnya.

   Telah selesai dari istirahatnya sejenak, ia harus melanjutkan aktivitasnya kembali. Aku berpamit untuk pulang, tapi papah menahanku. Aku mencoba untuk tinggal lebih lama. Kembali memperhatikan dan berbincang dengannya. Sampai ada beberapa customer datang, mau tak mau ia harus mengiyakan pamitanku. Aku bergegas siap untuk pulang, sambil aku tersenyum dalam balutan masker dan memberikan lambaian tangan. Dia tersenyum mengangguk, mendekatiku lalu mencium keningku dan berkata "hati hati ya de". Lalu aku berlalu pergi.

Sabtu/20 December 2014/15.20

   Sepulang dari kantor, aku berencana ingin berkunjung kembali ke tempat papah. Ingin membelikan makanan kesukaannya lagi. Tapi keadaan pada hari itu selalu tidak mendukungku. Toko dimana yang menjual makanan itu tutup lebih awal. Aku mencari keseliling untuk mencari makanan apa yang bisa aku bawa. Tapi aku terhenti. Tidak ada satupun penjual yang menarik hati. Lalu entah mengapa perasaanku mulai aneh tak karuan. Niat yang kuat untuk menjenguk papah tiba-tiba goyah akan isu yang beredar tentang polisi yang merazia disepanjang jalan menuju tempat kerja papah. Sayangnya aku belum mempunyai izin untuk mengendari sebuah kendaraan. Aku sudah meminta papah jauh-jauh hari sebelumnya untuk menemani ku membuat surat izin menngemudi. Dan ia mengiyakan hari senin akan menemaniku. Karena terpaku akan tidak adanya SIM dan ketakutan akan polisi membuatku mengurungkan niat untuk mengunjungi papah pada sore itu.

   Tiba dirumah, aku bertindak seperti biasa. Menonton tv hingga larut malam. Tetapi entah mengapa disetiap detik dan menit yang berlalu pada malam itu membuat hatiku sedikit tak tenang. Aku melihat jam didinding yang menunjukan pukul 23.17 wib dan bertanya kenapa papah belum pulang juga. Aku sempat mengirim pesan singkat padanya lewat telepon genggam. Meminta ia untuk membelikan sesuatu untukku. Dan Tanpa sadar aku tertidur lelap.

   Pukul 1 dini hari, telepon genggamku berdering. Aku sudah berada dibawah alam sadarku. Aku tak terbangunkan olehnya. Aku benar - benar tertidur pulas. Jam 2 kurang kembali telepon genggamku berdering. Kakakku yang pada saat itu masih terjaga, mengambil hand phone ku karena sedikit penasaran siapa yang meneleponku selarut itu. Ketika dijawabnya, ada suara seorang lelaki yang bertanya apakah kenal dengan nama yang dia sebut adalah benar nama papah. Sontak, kakak ku kaget. Dan seseorang disebrang sana menjelaskan bahwa ia adalah seorang polisi dan memberitahukan bahwa telah terjadi kecelakaan yang menimpa papah kami. Kakak Ku berteriak "apa yang terjadi dengan papah?" Yang berhasil membangunkan Ku. Setelah kakakku menutup telepon, dia panik. Dia menangis dan berkata padaku bahwa papah mengalami kecelakaan dan sekarang berada di RSU. Aku kaget bukan main. Dibenakku dipenuhi akan  pertanyaan pertanyaan bagaimana keadaannya. Kakak sudah terkejut dan menggila berkhayal sesuatu yang parah pasti menimpa papah. Aku mencoba menenangkannya dan berteriak tidak akan ada hal buruk yang terjadi menimpa papah.

   Yang benar saja, sesampai di RSU kami menjerit!!! What the fuck hell just happening!! Papah terbaring meronta dengan darah yang banyak disekitar kepalanya. Darah dimana mana. Kakak berteriak dan menangis histeris tak percaya. Aku pun sama menangis histeris. Enggak mungkin orang itu papah, enggak mungkin!!!!!!!! 


Tetapi, kenyataan adalah hal yang sebenarnya paling tidak kita inginkan dan harapkan.




Notes:
   Aku tidak siap untuk memasuki umur yang selanjutnya tanpa kehadiranmu disisi pah. Tidak kuat untuk melangkahkan kaki ini dan menerima kenyataan disetiap harinya bahwa papah sudah tidak bersama kami lagi disini. Iya aku bisa saja menyangkal dan mengatakan bahwa aku disini baik - baik saja. Tapi tinggal menghitung waktu kapan hal itu akan tiba. Kapan rasa yang berkata aku baik-baik saja akan mengakui bahwa sebenarnya aku tidal kuat dan tidak sanggup untuk menjalani ini semua. 

Notes II:

  Terkenang selalu dirimu pah. Salam sayang dari sini untuk papah di Sana. Miss you so much!!!!